_____
Ditulis di Pontianak, 05 Februari 2023.
_____
Ditulis di Pontianak, 05 Februari 2023.
padahal kita masih remaja
tapi ketika mereka berpesta
kita hanya duduk di angkringan sederhana
saling bertukar gelak tawa
padahal kita masih remaja
tapi ketika mereka bertamasya
dengan mobil kinyis mewah mereka
kita hanya bisa berjalan beralaskan sepatu tua
mengitari Tugu Jogja
padahal kita masih remaja
tapi ketika mereka saling berlomba
berdebat tentang siapa yang paling kaya
kita hanya bisa bercerita sepanjang malam
sesekali bertukar pikiran tentang masa depan
padahal kita masih remaja
tapi kita kehilangan kesempatan
mengejar mimpi kita
karena tuntutan keluarga
padahal kita masih muda
tapi kita kehilangan
gadis-gadis yang ingin bercinta dengan kita
hanya karena kita tak punya apa-apa
padahal kita masih muda
tapi kita tak pernah bisa
berhenti merenungi nasib remaja kita
_____
Ditulis pada bulan November, 2018
kalau pun iya aku pasti sudah lupa caranya.
atau memang karena aku sudah pintar?
jadi tak perlu mengingatnya
untuk apa datang kemari?
kamu melarangku datang,
tapi aku sampai di depan.
kamu mengusirku pergi,
tapi aku malah duduk disini,
bercanda dengan mamamu sejak pagi.
aku jatuh cinta dengan teh buatanmu.
kamu masih suka menggombal?
aku jatuh cinta dengan teh buatanmu,
bukan kamu.
tapi tetap saja, kamu mencintaiku.
mungkin, tapi aku kemari untuk teh buatanmu.
_____
kamu mau diam di rumahku sampai kapan?
entahlah. hari ini aku cukup
memandangimu saja. besok aku boleh
datang lagi?
untuk apa?
memandangimu lagi.
Ibu jadi mengambil selendang hangat dan menutupi punggungnya. Dengan itu dia lantas jalan ke luar rumah, duduk termangu di depan menanti anaknya.
Ibu sudah terlena di luar, ketika pulang lah dia si anak hilang. Chairil membangunkan Ibunya dan membimbingnya masuk.
Chairil memasuki kamar, sesudah menidurkan kembali Ibunya.
Sebuah kamar sempit yang dipenuhi buku di atas meja, di lemari, di atas kasur, di mana-mana!
Dibukanya segera jas dan dasinya, sesudah itu anak ini tenggelam dalam membaca, sampai fajar tiba!
Ketika kemudian suara adzan terdengar dan Ibu selesai mengambil “subuh”, Ibu ini bahkan masih mendengar anaknya membacakan sebuah sajak kepunyaan Marsmann dalam bahasa Jerman yang sangat asing.
Namun menyentuh juga bunyi yang asing itu di telinganya.
Semacam sajak yang penuh derita, yang bercerita tentang maut dan kematian yang sunyi.
Sang anak terkejut melihat ibu berdiri di depan pintu kamarnya. Ibu yang terus maju menggapai kepalanya dan mengkais-kais rambutnya.
Ibu yang lantas juga bicara:
“Ayahmu sudah enam bulan tidak mengirim belanja untuk kita…!”
Betapa tiba-tiba wajah sang anak menjadi berubah. Mata yang memang selalu merah itu betapa menjadi bertambah merah.
Bibir itu juga gemetar seperti mengucapkan sesuatu yang tidak jelas, tapi penuh kegeraman.
Diraihnya tangan ibu yang berada di kepalanya, dikecup, dipeluknya tangan itu, tapi dia lantas berkata dengan ringannya:
“Ibu masih membekal perhiasan-perhiasan. Ibu tidak memerlukan itu semua kini. Jual!”
Maka Ibu nampak jadi menahan sesuatu yang sangat pedih, dan berkata lagi:
“Sudah terjual semuanya, Nak…!
Untuk sewa rumah,
untuk makan,
untuk bayar sekolahmu,
buku-bukumu,
juga dansa-dansa dan kesenangan-kesenanganmu…
selama ini!”
Sang anak jadi termangu sekarang, sambil membantingkan buku di tangannya ke atas meja…
Copyright © 2018 Big W | Designed By VeeThemes.co.in